Guys, this is also my rather-longer posting in my FB Account. Enjoy.
Jalan-jalan KIBAS kali ini berfokus ke pengenalan budaya Jawa Timur yang sangat beragam, dan kali ini kita berkunjung ke Kampung Kemasan, Gresik.
Sekitar tahun 1853 dari satu kampung yang terkenal dengan spesialisasi pembuat & reparasi emas dengan pemuka usahanya yaitu seorang keturunan China yang bernama Bak Liong, tahun 1855 Oemar bin Ahmad, warga keturunan Arab, yang dikenal sebagai pedagang kulit serta pengusaha penangkaran burung walet mendirikan rumah di daerah ini.
Pada tahun 1861, didirikan dua rumah di sebelah kiri rumah utamanya.
Tahun 1896, lima dari tujuh anak H. Oemar (H.Asnar, H. Djaelani, H. Djaenaeddin, H. Maechsin dan H. Abdoel Gaffar) meneruskan usaha perkulitan keluarga, dan dua tahun kemudian berdirilah pabrik penyamakan kulit di Desa Kebungson Gresik yang berjaya di kisaran 1896-1916.
Berkat kemakmuran ini keluarga keturunan H. Oemar bin Ahmad berhasil mendirikan sederetan rumah di kampung kemasan yang saling berhadapan. Bangunannya memiliki keunikan arsitektur yang menjadi bukti masa keemasan kota Gresik dulu kala.
Gaya arsitektur rumah-rumah itu beragam, ada yang bergaya kolonial (Belanda), China, Melayu dan Jawa.Bangunan yang paling menonjol adalah rumah tinggal “Gajah Mungkur” milik H. Djaelani, putra keempat H. Oemar bin Ahmad, didirikan pada 1896 dan ditempati pada 1902. Dari 23 bangunan di Kampung Kemasan sampai saat ini masih dikategorikan sebagai bangunan cagar budaya, tinggal 16 bangunan (rumah) yang masih terpelihara.
Sumber : http://gresikkab.go.id/
http:// nisrinamasnur.wordpress.com /
http:// jawatimuran.wordpress.com/
Keterangan di lapangan
Inner courtyard (family quarter) , dengan atmosphere serupa ruang pribadi untuk para wanita (dan anak-anak) yang lazim ada pada layout rumah keluarga terkemukaTionghoa dahulu (disini juga terdapat sumur seperti lazimnya).
Salah satu dari kedua jendela di lantai dua adalah jendela dekorasi (faux window).
wrough iron banyak digunakan dalam bangunan-bangunan rumah Kampung Kemasan ini. Satu hal yang menarik adalah kepala gerbang halaman rumah bertuliskan "H ASNAR B H OEMAR" menandakan bahwa ini adalah kediaman H Asnar, satu dari kelima anak H Oemar bin Ahmad yang ikut meneruskan usaha kulit keluarga. ( B artinya adalah Bin ).
Verandah di salah satu rumah keturunan H. Oemar bin Ahmad.
Trend "Victorian Style" yang digunakan cenderung ke arah "Queen Anne" dengan bata eksposnya, namun (dengan semangat eklektik) juga terasa pengaruh tropis yaitu adanya verandah (teras) yang lebar sebagai ruang penahan sinar matahari langsung.
Gaya formal kolonial dengan double-rows Doric-Column.
Gaya tropis kolonial terlihat kuat pada kedua verandah (teras) yang memberikan 'ventilasi' tambahan bagi ruang yang menghadap depan, agar tidak langsung terekspos panas matahari.
Rumah-rumah sisi deret kanan tidak ada yang memiliki halaman terpagar (seperti rumah di hadapannya).
Kediaman salah satu dari keturunan H. Oemar bin Ahmad. Walaupun secara detail berbeda dengan rumah di hadapannya yang memiliki kolom-kolom formal Doric (rumah ini menggunakan kolom tembok dan pilar besi ) gaya tropis kolonial terlihat kuat pada kedua verandah (teras) yang memberikan 'ventilasi' tambahan bagi ruang yang menghadap depan, agar tidak langsung terekspos panas matahari.
Hal menarik lainnya adalah rumah ini memiliki halaman berpagar (tertutup) sedangkan rumah-rumah lain 'dibiarkan' memiliki akses langsung ke jalan
Jendela sekaligus pintu pada lantai dua gedung bagian belakang.
Dapat dilihat double-locks menghadap keluar di daun jendela tersebut (ini adalah gedung/ruangan untuk budidaya walet)
Bagian menara dari rumah “Gajah Mungkur” milik H. Djaelani, putra keempat H. Oemar bin Ahmad, didirikan pada 1896 dan ditempati pada 1902.
Terlihat beragam gaya dalam satu bangunan yang menandai kuatnya trend "Victorian Style" pada masa itu (yang juga terpengaruh, bahkan di daerah koloni yang jauh dari eropa).
Jalan-jalan KIBAS kali ini berfokus ke pengenalan budaya Jawa Timur yang sangat beragam, dan kali ini kita berkunjung ke Kampung Kemasan, Gresik.
Sekitar tahun 1853 dari satu kampung yang terkenal dengan spesialisasi pembuat & reparasi emas dengan pemuka usahanya yaitu seorang keturunan China yang bernama Bak Liong, tahun 1855 Oemar bin Ahmad, warga keturunan Arab, yang dikenal sebagai pedagang kulit serta pengusaha penangkaran burung walet mendirikan rumah di daerah ini.
Pada tahun 1861, didirikan dua rumah di sebelah kiri rumah utamanya.
Tahun 1896, lima dari tujuh anak H. Oemar (H.Asnar, H. Djaelani, H. Djaenaeddin, H. Maechsin dan H. Abdoel Gaffar) meneruskan usaha perkulitan keluarga, dan dua tahun kemudian berdirilah pabrik penyamakan kulit di Desa Kebungson Gresik yang berjaya di kisaran 1896-1916.
Berkat kemakmuran ini keluarga keturunan H. Oemar bin Ahmad berhasil mendirikan sederetan rumah di kampung kemasan yang saling berhadapan. Bangunannya memiliki keunikan arsitektur yang menjadi bukti masa keemasan kota Gresik dulu kala.
Gaya arsitektur rumah-rumah itu beragam, ada yang bergaya kolonial (Belanda), China, Melayu dan Jawa.Bangunan yang paling menonjol adalah rumah tinggal “Gajah Mungkur” milik H. Djaelani, putra keempat H. Oemar bin Ahmad, didirikan pada 1896 dan ditempati pada 1902. Dari 23 bangunan di Kampung Kemasan sampai saat ini masih dikategorikan sebagai bangunan cagar budaya, tinggal 16 bangunan (rumah) yang masih terpelihara.
Sumber : http://gresikkab.go.id/
http://
http://
Keterangan di lapangan
Rumah “Gajah Mungkur” milik H. Djaelani, putra keempat H. Oemar bin Ahmad, didirikan pada 1896 dan ditempati pada 1902.
Terlihat beragam gaya dalam satu bangunan yang menandai kuatnya trend "Victorian Style" pada masa itu namun sudah mulai terasa kehadiran Art-Deco pada detail-detail nya.
Yang menarik pada bangunan ini, adalah skala nya yang lebih 'manusiawi' dibandingkan bangunan/rumah yang lain... yang dibangun oleh keturunan H.Oemar Bin Ahmad ini.
Tidak didapat keterangan apakah deretan pintu-jendela kaca di bangunan ini adalah asli rancangan awal, atau ditambahkan kemudian, menutupi verandah yang lazimnya mengelilingi sisi bangunan yang dibangun pada masa itu (verandah terbuka dimaksud bisa dilihat pada lantai-dua bangunan yang sama).
Terlihat beragam gaya dalam satu bangunan yang menandai kuatnya trend "Victorian Style" pada masa itu namun sudah mulai terasa kehadiran Art-Deco pada detail-detail nya.
Yang menarik pada bangunan ini, adalah skala nya yang lebih 'manusiawi' dibandingkan bangunan/rumah yang lain... yang dibangun oleh keturunan H.Oemar Bin Ahmad ini.
Tidak didapat keterangan apakah deretan pintu-jendela kaca di bangunan ini adalah asli rancangan awal, atau ditambahkan kemudian, menutupi verandah yang lazimnya mengelilingi sisi bangunan yang dibangun pada masa itu (verandah terbuka dimaksud bisa dilihat pada lantai-dua bangunan yang sama).
Inner courtyard (family quarter) , dengan atmosphere serupa ruang pribadi untuk para wanita (dan anak-anak) yang lazim ada pada layout rumah keluarga terkemukaTionghoa dahulu (disini juga terdapat sumur seperti lazimnya).
Salah satu dari kedua jendela di lantai dua adalah jendela dekorasi (faux window).
wrough iron banyak digunakan dalam bangunan-bangunan rumah Kampung Kemasan ini. Satu hal yang menarik adalah kepala gerbang halaman rumah bertuliskan "H ASNAR B H OEMAR" menandakan bahwa ini adalah kediaman H Asnar, satu dari kelima anak H Oemar bin Ahmad yang ikut meneruskan usaha kulit keluarga. ( B artinya adalah Bin ).
Verandah di salah satu rumah keturunan H. Oemar bin Ahmad.
Trend "Victorian Style" yang digunakan cenderung ke arah "Queen Anne" dengan bata eksposnya, namun (dengan semangat eklektik) juga terasa pengaruh tropis yaitu adanya verandah (teras) yang lebar sebagai ruang penahan sinar matahari langsung.
Gaya formal kolonial dengan double-rows Doric-Column.
Gaya tropis kolonial terlihat kuat pada kedua verandah (teras) yang memberikan 'ventilasi' tambahan bagi ruang yang menghadap depan, agar tidak langsung terekspos panas matahari.
Rumah-rumah sisi deret kanan tidak ada yang memiliki halaman terpagar (seperti rumah di hadapannya).
Kediaman salah satu dari keturunan H. Oemar bin Ahmad. Walaupun secara detail berbeda dengan rumah di hadapannya yang memiliki kolom-kolom formal Doric (rumah ini menggunakan kolom tembok dan pilar besi ) gaya tropis kolonial terlihat kuat pada kedua verandah (teras) yang memberikan 'ventilasi' tambahan bagi ruang yang menghadap depan, agar tidak langsung terekspos panas matahari.
Hal menarik lainnya adalah rumah ini memiliki halaman berpagar (tertutup) sedangkan rumah-rumah lain 'dibiarkan' memiliki akses langsung ke jalan
Jendela sekaligus pintu pada lantai dua gedung bagian belakang.
Dapat dilihat double-locks menghadap keluar di daun jendela tersebut (ini adalah gedung/ruangan untuk budidaya walet)
Bagian menara dari rumah “Gajah Mungkur” milik H. Djaelani, putra keempat H. Oemar bin Ahmad, didirikan pada 1896 dan ditempati pada 1902.
Terlihat beragam gaya dalam satu bangunan yang menandai kuatnya trend "Victorian Style" pada masa itu (yang juga terpengaruh, bahkan di daerah koloni yang jauh dari eropa).